Mahasiswa di Yogyakarta Tuntut Penarikan Militer di Papua
pada tanggal
Monday, 6 May 2013
YOGYAKARTA - Aliansi Mahasiswa Papua di Yogyakarta menuntut penarikan unsur militer baik TNI maupun Polri dari seluruh wilayah Papua sebagai syarat terbukanya ruang demokrasi bagi masyarakat setempat.
"Kami menginginkan kebebasan dan hak menentukan nasib sendiri bagi seluruh rakyat papua. Itulah satu-satunya solusi yang demokratis," kata Ketua Umum Komite Pimpinan Pusat Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Rinto Kogoya kepada wartawan di Yogyakarta, Jumat.
Rasa kebebasan itu, menurut dia , bisa diwujudkan apabila dilakukan penarikan TNI dan Polri baik dari unsur organik dan non organik dari seluruh wilayah Papua.
Tuntutan tersebut, menurut Rinto, juga dipicu dari terjadinya berbagai insiden penembakan yang telah dilakukan pihak militer pada 1 Mei lalu, kepada rakyat sipil di Kabupaten Sorong dan Biak Numfor.
Penembakan yang dilakukan oleh pihak militer itu, kata dia, mengakibatkan dua warga sipil meninggal dunia dan tiga luka-luka.
"Tanggal 1 Mei di saat masyarakat Papua sedang merayakan 50 tahun Aneksasi, malah ada penembakan.ini adalah contoh tindakan intimidasi secara psikologis,"katanya.
Pihak masyarakat Papua, menurut dia, hingga saat ini menginginkan terbukanya ruang-ruang demokrasi untuk bertukar fikiran demi menghidupkan aspirasi masyarakat setempat.
"Sehingga terbukanya aspirasi masyarakat itu tentunya harus dijauhkan dari situasi intimidatif, yang setiap hari dirasakan masyarakat Papua,"katanya.
Ia mengatakan seharusnya pemerintah mengabulkan permintaan masyarakat Papua apabila menginginkan masyarakat setempat lebih dekat dengan Indonesia.
"Bagaimana dekat, kalau rasa kebebasan itu juga tidak bisa diberikan,"katanya.
Otonomi khusus (Otsus) yang diberlakukan di Papua, menurut dia, juga belum bisa dianggap sebagai solusi akhir. Sebab hingga saat ini Otsus belum bisa memunculkan kesejahteraan bagi masyarakat setempat.
"Jangan dianggap kalau sedah diterpakan Otsus, persoalan selesai,"katanya.
Menurut dia, apabila pemerintah Indonesia tidak dapat mengabulkan permintaan itu, upaya untuk mengajukan ke tingkat Persatuan Bangsa Bangsa (PBB), bisa dilakukan.
Menurut dia, upaya tersebut dilakukan agar juga dapat memperoleh perhatian dari dunia Internasional.
"Mungkin opsi pengaduan ke tingkat PBB bisa dilakukan. Kalau pemerintah Indonesia terus melakukan pembiaran,"katanya. [Antara]
"Kami menginginkan kebebasan dan hak menentukan nasib sendiri bagi seluruh rakyat papua. Itulah satu-satunya solusi yang demokratis," kata Ketua Umum Komite Pimpinan Pusat Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Rinto Kogoya kepada wartawan di Yogyakarta, Jumat.
Rasa kebebasan itu, menurut dia , bisa diwujudkan apabila dilakukan penarikan TNI dan Polri baik dari unsur organik dan non organik dari seluruh wilayah Papua.
Tuntutan tersebut, menurut Rinto, juga dipicu dari terjadinya berbagai insiden penembakan yang telah dilakukan pihak militer pada 1 Mei lalu, kepada rakyat sipil di Kabupaten Sorong dan Biak Numfor.
Penembakan yang dilakukan oleh pihak militer itu, kata dia, mengakibatkan dua warga sipil meninggal dunia dan tiga luka-luka.
"Tanggal 1 Mei di saat masyarakat Papua sedang merayakan 50 tahun Aneksasi, malah ada penembakan.ini adalah contoh tindakan intimidasi secara psikologis,"katanya.
Pihak masyarakat Papua, menurut dia, hingga saat ini menginginkan terbukanya ruang-ruang demokrasi untuk bertukar fikiran demi menghidupkan aspirasi masyarakat setempat.
"Sehingga terbukanya aspirasi masyarakat itu tentunya harus dijauhkan dari situasi intimidatif, yang setiap hari dirasakan masyarakat Papua,"katanya.
Ia mengatakan seharusnya pemerintah mengabulkan permintaan masyarakat Papua apabila menginginkan masyarakat setempat lebih dekat dengan Indonesia.
"Bagaimana dekat, kalau rasa kebebasan itu juga tidak bisa diberikan,"katanya.
Otonomi khusus (Otsus) yang diberlakukan di Papua, menurut dia, juga belum bisa dianggap sebagai solusi akhir. Sebab hingga saat ini Otsus belum bisa memunculkan kesejahteraan bagi masyarakat setempat.
"Jangan dianggap kalau sedah diterpakan Otsus, persoalan selesai,"katanya.
Menurut dia, apabila pemerintah Indonesia tidak dapat mengabulkan permintaan itu, upaya untuk mengajukan ke tingkat Persatuan Bangsa Bangsa (PBB), bisa dilakukan.
Menurut dia, upaya tersebut dilakukan agar juga dapat memperoleh perhatian dari dunia Internasional.
"Mungkin opsi pengaduan ke tingkat PBB bisa dilakukan. Kalau pemerintah Indonesia terus melakukan pembiaran,"katanya. [Antara]