Lembaga Pendidikan Papua Minta Gubernur Enembe Kaji Ulang Kebijakan Pendidikan ala Jakarta
pada tanggal
Friday, 10 May 2013
KOTA JAYAPURA - Ketua Lembaga Pendidikan Papua, Longginus Pekey mengatakan, Gubernur Papua, Lukas Enembe akan diuji keberaniannya untuk mengevaluasi dan mengkaji ulang kebijakan-kebijakan pendidikan yang telah digulirkan Jakarta selama ini di tanah Papua.
Kata dia, kebijakan pendidikan Jakarta telah lama membuat anak-anak Papua buta dengan lingkungan fisiknya dan sosial budaya mereka. Ini membuat pendidikan kita bukan lagi untuk menjadikan anak didik menjadi diri sendiri dan membangun kehidupannnya tetapi dibuat semau kebutuhan dan kepentingan penguasa. "Parah lagi, kalau mereka belajar hanya untuk hadapi ujian, lalu nilai dan ijazah,"katanya.
"Pemerintah Papua mestinya evaluasi total dan sudahi kebijakan-kebijakan pendidikan yang tidak realistis dan kontekstual di tanah Papua. Kebijakan pendidikan yang anak-anak nikmati hari ini tidak bisa kita harapkan untuk masa depan bangsa Papua,"katanya kepada wartawan, Selasa, (07/05/2013).
Untuk itu, kata dia, janji pembaruan Enembe harus nyatakan dengan mengkaji ulang kebijakan pendidikan di tanah Papua dengan melibatkan tokoh dan aktivis pendidikan di tanah Papua."Kurikulum SD mestinya dirombak total. Perombakan tentu sesuai dengan amanat Undang-Undang Otonomi Khusus dan berdasarkan kurikulum nasional yang juga memberi peluang untuk itu,"katanya.
Pekey menjelaskan, jika kebijakan-kebijakan pendidikan di Papua dilaksanakan begitu saja tanpa dikaji ulang, maka jangan heran jika kita jumpai anak-anak yang sudah tamat SD tidak bisa membaca dan menulis.
Lebih lanjut kata dia, siapa yang salah jika anak-anak Papua saat ini tidak mengenal lingkungan dan budaya mereka. "Saya ambil contoh kecil, anak-anak di Nabire tidak banyak yang tahu kalau di pantai dekat mereka itu ada Hiu Paus. Padahal ikan itu ada di pantai yang tiap saat mereka mandi,"katanya.
"Ini baru lingkungan fisik. Kita belum bicara soal lingkungan sosial budaya. Banyak yang tidak kenal di suku mereka itu ada berapa marga. Bahasanya saja tidak tahu. Ini baru di sukunya, kita belum bicara Papua besar. Semestinya, sekolah menjadi tempat di mana anak-anak Papua mengenal dirinya dan lingkungannya, tetapi semuanya mereka pelajari dari buku teks yang dibuat di Jawa,katanya prihatin. [MajalahSelangkah| Timipotu]
Kata dia, kebijakan pendidikan Jakarta telah lama membuat anak-anak Papua buta dengan lingkungan fisiknya dan sosial budaya mereka. Ini membuat pendidikan kita bukan lagi untuk menjadikan anak didik menjadi diri sendiri dan membangun kehidupannnya tetapi dibuat semau kebutuhan dan kepentingan penguasa. "Parah lagi, kalau mereka belajar hanya untuk hadapi ujian, lalu nilai dan ijazah,"katanya.
"Pemerintah Papua mestinya evaluasi total dan sudahi kebijakan-kebijakan pendidikan yang tidak realistis dan kontekstual di tanah Papua. Kebijakan pendidikan yang anak-anak nikmati hari ini tidak bisa kita harapkan untuk masa depan bangsa Papua,"katanya kepada wartawan, Selasa, (07/05/2013).
Untuk itu, kata dia, janji pembaruan Enembe harus nyatakan dengan mengkaji ulang kebijakan pendidikan di tanah Papua dengan melibatkan tokoh dan aktivis pendidikan di tanah Papua."Kurikulum SD mestinya dirombak total. Perombakan tentu sesuai dengan amanat Undang-Undang Otonomi Khusus dan berdasarkan kurikulum nasional yang juga memberi peluang untuk itu,"katanya.
Pekey menjelaskan, jika kebijakan-kebijakan pendidikan di Papua dilaksanakan begitu saja tanpa dikaji ulang, maka jangan heran jika kita jumpai anak-anak yang sudah tamat SD tidak bisa membaca dan menulis.
Lebih lanjut kata dia, siapa yang salah jika anak-anak Papua saat ini tidak mengenal lingkungan dan budaya mereka. "Saya ambil contoh kecil, anak-anak di Nabire tidak banyak yang tahu kalau di pantai dekat mereka itu ada Hiu Paus. Padahal ikan itu ada di pantai yang tiap saat mereka mandi,"katanya.
"Ini baru lingkungan fisik. Kita belum bicara soal lingkungan sosial budaya. Banyak yang tidak kenal di suku mereka itu ada berapa marga. Bahasanya saja tidak tahu. Ini baru di sukunya, kita belum bicara Papua besar. Semestinya, sekolah menjadi tempat di mana anak-anak Papua mengenal dirinya dan lingkungannya, tetapi semuanya mereka pelajari dari buku teks yang dibuat di Jawa,katanya prihatin. [MajalahSelangkah| Timipotu]