Soal Bupati Yusak Yaluwo, Mendagri Diserahkan Pada DPR Daerah
pada tanggal
Tuesday, 16 April 2013
SENTANI (JAYAPURA) - Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi di Jayapura menyatakan, persoalan pemerintahan di Kabupaten Boven Digoel yang menjerat Bupati Yusak Yaluwo sebagai terpidana korupsi, menjadi kewenangan DPR setempat menanganinya.
“Itu ke DPRD saja, kembali ke DPR,” kata Gamawan Fauzi, usai bertemu para bupati di Papua.
Menurutnya, pemerintah tidak dapat mengambil alih atau menentukan siapa yang berhak memimpin Boven Digoel. “Itu kan sudah ada penjabatnya, ya kembali pada daerah saja,” ujarnya.
Bonafasius Konotigop, tokoh masyarakat Boven Digoel mengatakan pemerintahan di daerah itu berjalan tidak semestinya. “Ada yang ganjil, masak bupati yang sudah jelas-jelas divonis bersalah, dan sudah dipenjara, masih dapat memerintah dari dalam penjara. Ini namanya demokrasi apa?” ucapnya.
Ia menambahkan, dugaan korupsi di Boven mewabah dari atas hingga bawahan. “Kita buka bukaan saja, ini semua demi masa depan Boven, kalau ditutup tutupi, malah akan menambah dosa bersama,” katanya.
Menurutnya, perlu ada reformasi menyeluruh dalam sistem birokrasi. “Karena masyarakat sudah bosan dengan gaya pemerintahan saat ini. Ada satu istilah Waskat, Wajib Stor ke Atas, ini gejala dimana pengusaha atau bawahan dan atasan bermain,” katanya lagi.
Bupati Boven Digoel, Yusak Yaluwo dipenjara karena menyelewengkan APBD dan dana otonomi khusus Boven Digoel tahun 2005-2007sebesar Rp45 miliar.
Yusak dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan hukuman 4,5 tahun penjara. Meskipun telah divonis, Yusak tetap memerintah dari balik jeruji besi.
Ia dilantik oleh Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi pada 7 Maret 2011. Dihari yang sama, Yusak dinonaktifkan sebagai bupati. Penyalahgunaan wewenang terjadi ketika, Yusak yang dipenjara melantik pejabat Eselon II di Hotel Retob Jakarta. Ia sempat mengajukan kasasi namun ditolak Mahkamah Agung dengan surat bernomor 704 K/Pid. Sus/2011 tanggal 27 Januari 2012. [ALDPPapua]
“Itu ke DPRD saja, kembali ke DPR,” kata Gamawan Fauzi, usai bertemu para bupati di Papua.
Menurutnya, pemerintah tidak dapat mengambil alih atau menentukan siapa yang berhak memimpin Boven Digoel. “Itu kan sudah ada penjabatnya, ya kembali pada daerah saja,” ujarnya.
Bonafasius Konotigop, tokoh masyarakat Boven Digoel mengatakan pemerintahan di daerah itu berjalan tidak semestinya. “Ada yang ganjil, masak bupati yang sudah jelas-jelas divonis bersalah, dan sudah dipenjara, masih dapat memerintah dari dalam penjara. Ini namanya demokrasi apa?” ucapnya.
Ia menambahkan, dugaan korupsi di Boven mewabah dari atas hingga bawahan. “Kita buka bukaan saja, ini semua demi masa depan Boven, kalau ditutup tutupi, malah akan menambah dosa bersama,” katanya.
Menurutnya, perlu ada reformasi menyeluruh dalam sistem birokrasi. “Karena masyarakat sudah bosan dengan gaya pemerintahan saat ini. Ada satu istilah Waskat, Wajib Stor ke Atas, ini gejala dimana pengusaha atau bawahan dan atasan bermain,” katanya lagi.
Bupati Boven Digoel, Yusak Yaluwo dipenjara karena menyelewengkan APBD dan dana otonomi khusus Boven Digoel tahun 2005-2007sebesar Rp45 miliar.
Yusak dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan hukuman 4,5 tahun penjara. Meskipun telah divonis, Yusak tetap memerintah dari balik jeruji besi.
Ia dilantik oleh Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi pada 7 Maret 2011. Dihari yang sama, Yusak dinonaktifkan sebagai bupati. Penyalahgunaan wewenang terjadi ketika, Yusak yang dipenjara melantik pejabat Eselon II di Hotel Retob Jakarta. Ia sempat mengajukan kasasi namun ditolak Mahkamah Agung dengan surat bernomor 704 K/Pid. Sus/2011 tanggal 27 Januari 2012. [ALDPPapua]