Korban Bencana Gempa Tolikara Butuh Perhatian dari Pemerintah Kabupaten Yalimo
pada tanggal
Monday, 22 April 2013
WAMENA (JAYAWIJAYA) - Peristiwa Gempa Bumi berkekuatan 7,2 SR yang terjadi pada Sabtu (06/04/2013) dua minggu lalu, dengan pusat gempa di timur laut Kabupaten Tolikara, menelan korban jiwa salah satu warga di Kampung Janame Distrik Abenaho Kabupaten Yalimo, bernama Lemina Mabel (29) akibat tertimpa tanah longsor.
Sekretaris Kampung Dosumo Distrik Abenaho Kabupaten Yalimo yang juga adik ipar korban, Philipus Endama kepada wartawan di Wamena, Senin (15/3/2014) lalu menuturkan, sebelum musibah gempa bumi terjadi, korban melakukan aktifitas sehari-hari sebagai petani.
“Jadi sebelum gempa bumi itu adik ipar saya bersama dengan anaknya yang bernama Novike Endama (15) berada di kebun melakukan aktivitas mereka sehari-hari sebagai petani, adik saya sementara menanam sayur (labu siam) lalu tiba-tiba gempa, lalu batu turun dari gunung dan menghantam kakinya di bagian paha sehingga tulangnya patah, dan nyawanya tidak bisa diselamatkan,” tuturnya.
Pasca musibah tersebut lanjut Philipus, pihaknya sudah melaporkan ke pemerintah daerah (Pemda) Yalimo.
“Semenjak peristiwa tersebut, kami sudah sampaikan ke Pemda, pihak Pemda datang ke lokasi longsor tersebut, namun hanya satu jam saja dan bersifat memantau lalu kembali pulang, karena tidak ada respon dari pemda, maka kami masyarakat melakukan pembersihan secara silih berganti walaupun capek dan sebagainya, serta sampai pada pemakaman korban, tetapi dari pemerintah daerah tidak ada perhatian,” ujarnya dengan nada kesal.
Oleh karena itu, Philipus berharap, agar ke depan Pemda Yalimo lebih tanggap dan cepat bertindak apabila terjadi musibah bencana alam.
“Memang bupati Yalimo memberikan bantuan kepada korban, tetapi bantuan itu diberikan pada saat proses pemakaman korban, kami harapkan dengan adanya berita ini, ke depan apabila ada bencana alam, Pemda bisa lebih tanggap memberikan perhatian kepada masyarakat, terutama korban, karena kami merupakan masyarakat Yalimo,”pungkasnya. [HarianPagiPapua | SuaraPembaruan ]
illustrasi tanah longsor |
Sekretaris Kampung Dosumo Distrik Abenaho Kabupaten Yalimo yang juga adik ipar korban, Philipus Endama kepada wartawan di Wamena, Senin (15/3/2014) lalu menuturkan, sebelum musibah gempa bumi terjadi, korban melakukan aktifitas sehari-hari sebagai petani.
“Jadi sebelum gempa bumi itu adik ipar saya bersama dengan anaknya yang bernama Novike Endama (15) berada di kebun melakukan aktivitas mereka sehari-hari sebagai petani, adik saya sementara menanam sayur (labu siam) lalu tiba-tiba gempa, lalu batu turun dari gunung dan menghantam kakinya di bagian paha sehingga tulangnya patah, dan nyawanya tidak bisa diselamatkan,” tuturnya.
Pasca musibah tersebut lanjut Philipus, pihaknya sudah melaporkan ke pemerintah daerah (Pemda) Yalimo.
“Semenjak peristiwa tersebut, kami sudah sampaikan ke Pemda, pihak Pemda datang ke lokasi longsor tersebut, namun hanya satu jam saja dan bersifat memantau lalu kembali pulang, karena tidak ada respon dari pemda, maka kami masyarakat melakukan pembersihan secara silih berganti walaupun capek dan sebagainya, serta sampai pada pemakaman korban, tetapi dari pemerintah daerah tidak ada perhatian,” ujarnya dengan nada kesal.
Oleh karena itu, Philipus berharap, agar ke depan Pemda Yalimo lebih tanggap dan cepat bertindak apabila terjadi musibah bencana alam.
“Memang bupati Yalimo memberikan bantuan kepada korban, tetapi bantuan itu diberikan pada saat proses pemakaman korban, kami harapkan dengan adanya berita ini, ke depan apabila ada bencana alam, Pemda bisa lebih tanggap memberikan perhatian kepada masyarakat, terutama korban, karena kami merupakan masyarakat Yalimo,”pungkasnya. [HarianPagiPapua | SuaraPembaruan ]