61 Orang di Kabupaten Yahukimo Meninggal Akibat Kurangnya Pelayanan Kesehatan
pada tanggal
Wednesday, 10 April 2013
KOTA JAYAPURA - Dalam rentang waktu tiga bulan, dilaporkan 61 orang meninggal akibat kurangnya pelayanan kesehatan di Kabupaten Yahukimo.
Setelah melakukan pendekatan pastoral dengan masyarakat di kampung – kampung yang ada di Pegunungan Tengah, terdapat berbagai persoalan dan penderitaan dari masyarakat yang selama ini tidak diperhatikan dan terkesan diabaikan oleh pemerintah, baik Pemerintah Provinsi (Pemprov) maupun Pemerintah Kabupaten (Pemkab) se-Papua.
“Yang pertama saya mau garis bawahi dari kesan seruan tangisan masyarakat asli Papua di beberapa Kampung seperti di Distrik Kurima, Mugi, Samnage itu mereka kayak tidak punya pemimpin, kayak tidak punya pemerintahan, karena hampir semua Kepala Desa, Kepala Distrik itu sudah tidak ada di kampung. Nah, ini ada kaitan dengan harapan dan kecemasan terhadap pimpinan yang baru,” hal itu diungkapkan oleh Toko Agama(Toga) Papua, Pastor Djhon DJonga, didampingi Direktur ALDP, Latifah Anum Siregar, Direktur Imparsial, Poengky Indarti, Ketua LSM Kasih Ibu Satu Hati, Yanti Y. Manibuy dan Ketua LSM Satu Hati Peduli, Habel Taime, AMKl, SE, MM, di Sekretariat ALDP, Padang Bulan, Kelurahan Hedam, Distrik Heram, kemarin siang Selasa (09/04/2013).
Menurutnya, hal kedua yang diperoleh dari pendekatan kepada masyarakat itu adalah, jumlah penduduk yang sangat sedikit dan mencemaskan, walaupun jumlah penduduk sedikit namun menurut pastor, selama ini pihak tertentu merekayasa jumlah peduduk di distrik itu untuk kepentingan politik dan pribadi. “Ada untungnya bahwa, dengan penduduk yang hitung semua kayu, batu itu memang dana Alokasi Umum (DAU) dapat banyak, tetapi pertannyaan lebih lanjut dana dau yang ada itu untuk siapa?,” kata dia.
Kata dia lagi, salah satu dari tiga desa, samnage, Kurima di Mugi yaitu desa Samage hanya terdapat 19 Kepala keluarga walaupun terbilang sedikit, dan rentan dengan penyakit, namun pelayanan pemerintah tidaklah menyentuh mereka. “Data penduduk desa itu sekitar 19 KK, sementara pelayanan kesehatan, pendidikan guru di sana tidak ada mantri tidak ada hanya mengharapkan 2 orang kader,” ujar Jhon.
Menurut pastor, berdasarkan laporan yang diterima dari kader yang bertugas di desa itu dalam tiga bulan di tahun 2013,sebanyak 61 orang meninggal dunia akibat terserang penyakit dan tidak ada obat. “Dalam tempo waktu (15 Januari sampai 30 Maret) sebanyak 61 orang yang meninggal, dengan daftar nama lengkap, kalau ada yang tidak percaya saya mau kasi daftar nama ini dengan data sakitnya dan juga desanya,” ujar pastor sambil mengangkat (menujukan kepada wartawan, red) daftar warga yang meninggal terserang penyakit.
Menurut dia, ini merupakan salah satu pelanggaran Hak yang dibiarkan dan dilakukan pada masa keberpihakan kepada rakyat papua atau yang disebut dengan Otsus. “Bupati bapak ones ini tidak pernah injak kaki sudah 10 tahun apalagi dinas – dinasnya, sehingga kesimpulan masyarakat bilang kami ini tidak punya pemerintahan, bupati camat itu sibuk tinggal di kota saja,” ujarnya.
Selaku Pimpinan umat yang membela akan hak dari manusia ciptaan tuhan, dia berharap dengan pelantikan gubernur yang baru ini agar mengutamakan daerah – daerah terpencil. “Saya harap lebih penting semua bukan soal merdeka, tapi bagaiman pelayanan kesehatan bagaimana dana – dana respek bisa sampai di rakyat,” ujar pastor.
Bukan hanya soal respek dia juga mengakui bahwa sampai dengan sekarang masyarakat di tiga desa tersebut dapat beras raskin. “Di Wamena itu setiap bulan atau setiap triwulan mereka bagi beras raskin kepada rakyat, tapi orang di Samnage, Kurima di Mugi tidak dapat itu. Bahkan Dana respek,PNPM mandiri itu ada tapi ya hanya tetesan saja,” kata dia.
Sementara itu Direktur Eksekutif Imparsial Pungky Indarti dari salah satu LSM pusat yang juga hadir dalam pertemuan antara ALDP wartawan dan mendengarkan keterangan dari pastor Jhon. Dia mengatakan walaupun beberapa waktu lalu Presiden RI telah bertemu dengan menteri luar negeri Australia, dan menjelaskan telah melakukan pendekatan Papua dengan cara kesejahteraan, namun hasil di lapangan tidaklah demikian.
“Saya hanya ingin mengangkat isu bahwa presiden SBY saat ini memang galau. Beberapa waktu yang lalu pada kehadiran menteri luar negeri Australia datang ke Jakarta dan kata SBY dia sudah mendekati Papua dengan pendekatan kesejahteraan, akan tetapi setelah kita mendengarkan apa yang dikatakan pa John tentang pernyataan kasus – kasus, pelayanan kesehatan, bayi meninggal akibat kurang gizi dan sebagainya,” kata dia dalam pertemuan itu.
Bahkan menurut dia, SBY pernah berjanji untuk melakukan dialog dengan rakyat Papua. “Inikan tinggal 1 tahun lebih lagi masa pemerintahan dari SBY. Jadi, ada momentum SBY segera turun untuk melihat hal yang sebenarnya dan mengupayakan ada persiapan - persiapan menuju dialog.
Bahkan dia juga mendesak Lukas Enembe sebagai kader dari Partai Demokrat yang dekat dengan SBY agar dalam waktu 100 hari masa kerjanya bisa memfasilitasi dialog Jakarta - Papua. “Jadi sebagai gubernur dari partai berkuasa bisa mengupayakan dan menyampaikan kepada SBY agar segera mengupayakan perdamaain di Papua dengan cara dialog. Dialog yang kita maksudkan disini adalah dialog yang konstruktif dengan maksud untuk menjadikan Papua menjadi tanah damai baik pihak yang bersebrangan, pihak yang mendukung, itu harus dilibatkan,” harapnya.
Bahkan Direktur Utama Aliansi Demokrasi Papua (ALDP) Anum Siregar, pihaknya berharap segala persoalan yang terjadi di papua, dijadikan dialog untuk menyelesaikan masalah tanpa kekerasan. “Kita berharap misalnya ada kekerasan, gubernur tidak dengan mudah misalnya menggundang pihak pihak - pihak yang menggunakan kekuatan – kekuatan bersenjata untuk menyelesaikan masalah tapi mengajak banyak pihak untuk melakukan pendekatan penyelesaian masalah tanpa kekerasan,” ujar dia. [BintangPapua]
Setelah melakukan pendekatan pastoral dengan masyarakat di kampung – kampung yang ada di Pegunungan Tengah, terdapat berbagai persoalan dan penderitaan dari masyarakat yang selama ini tidak diperhatikan dan terkesan diabaikan oleh pemerintah, baik Pemerintah Provinsi (Pemprov) maupun Pemerintah Kabupaten (Pemkab) se-Papua.
“Yang pertama saya mau garis bawahi dari kesan seruan tangisan masyarakat asli Papua di beberapa Kampung seperti di Distrik Kurima, Mugi, Samnage itu mereka kayak tidak punya pemimpin, kayak tidak punya pemerintahan, karena hampir semua Kepala Desa, Kepala Distrik itu sudah tidak ada di kampung. Nah, ini ada kaitan dengan harapan dan kecemasan terhadap pimpinan yang baru,” hal itu diungkapkan oleh Toko Agama(Toga) Papua, Pastor Djhon DJonga, didampingi Direktur ALDP, Latifah Anum Siregar, Direktur Imparsial, Poengky Indarti, Ketua LSM Kasih Ibu Satu Hati, Yanti Y. Manibuy dan Ketua LSM Satu Hati Peduli, Habel Taime, AMKl, SE, MM, di Sekretariat ALDP, Padang Bulan, Kelurahan Hedam, Distrik Heram, kemarin siang Selasa (09/04/2013).
Menurutnya, hal kedua yang diperoleh dari pendekatan kepada masyarakat itu adalah, jumlah penduduk yang sangat sedikit dan mencemaskan, walaupun jumlah penduduk sedikit namun menurut pastor, selama ini pihak tertentu merekayasa jumlah peduduk di distrik itu untuk kepentingan politik dan pribadi. “Ada untungnya bahwa, dengan penduduk yang hitung semua kayu, batu itu memang dana Alokasi Umum (DAU) dapat banyak, tetapi pertannyaan lebih lanjut dana dau yang ada itu untuk siapa?,” kata dia.
Kata dia lagi, salah satu dari tiga desa, samnage, Kurima di Mugi yaitu desa Samage hanya terdapat 19 Kepala keluarga walaupun terbilang sedikit, dan rentan dengan penyakit, namun pelayanan pemerintah tidaklah menyentuh mereka. “Data penduduk desa itu sekitar 19 KK, sementara pelayanan kesehatan, pendidikan guru di sana tidak ada mantri tidak ada hanya mengharapkan 2 orang kader,” ujar Jhon.
Menurut pastor, berdasarkan laporan yang diterima dari kader yang bertugas di desa itu dalam tiga bulan di tahun 2013,sebanyak 61 orang meninggal dunia akibat terserang penyakit dan tidak ada obat. “Dalam tempo waktu (15 Januari sampai 30 Maret) sebanyak 61 orang yang meninggal, dengan daftar nama lengkap, kalau ada yang tidak percaya saya mau kasi daftar nama ini dengan data sakitnya dan juga desanya,” ujar pastor sambil mengangkat (menujukan kepada wartawan, red) daftar warga yang meninggal terserang penyakit.
Menurut dia, ini merupakan salah satu pelanggaran Hak yang dibiarkan dan dilakukan pada masa keberpihakan kepada rakyat papua atau yang disebut dengan Otsus. “Bupati bapak ones ini tidak pernah injak kaki sudah 10 tahun apalagi dinas – dinasnya, sehingga kesimpulan masyarakat bilang kami ini tidak punya pemerintahan, bupati camat itu sibuk tinggal di kota saja,” ujarnya.
Selaku Pimpinan umat yang membela akan hak dari manusia ciptaan tuhan, dia berharap dengan pelantikan gubernur yang baru ini agar mengutamakan daerah – daerah terpencil. “Saya harap lebih penting semua bukan soal merdeka, tapi bagaiman pelayanan kesehatan bagaimana dana – dana respek bisa sampai di rakyat,” ujar pastor.
Bukan hanya soal respek dia juga mengakui bahwa sampai dengan sekarang masyarakat di tiga desa tersebut dapat beras raskin. “Di Wamena itu setiap bulan atau setiap triwulan mereka bagi beras raskin kepada rakyat, tapi orang di Samnage, Kurima di Mugi tidak dapat itu. Bahkan Dana respek,PNPM mandiri itu ada tapi ya hanya tetesan saja,” kata dia.
Sementara itu Direktur Eksekutif Imparsial Pungky Indarti dari salah satu LSM pusat yang juga hadir dalam pertemuan antara ALDP wartawan dan mendengarkan keterangan dari pastor Jhon. Dia mengatakan walaupun beberapa waktu lalu Presiden RI telah bertemu dengan menteri luar negeri Australia, dan menjelaskan telah melakukan pendekatan Papua dengan cara kesejahteraan, namun hasil di lapangan tidaklah demikian.
“Saya hanya ingin mengangkat isu bahwa presiden SBY saat ini memang galau. Beberapa waktu yang lalu pada kehadiran menteri luar negeri Australia datang ke Jakarta dan kata SBY dia sudah mendekati Papua dengan pendekatan kesejahteraan, akan tetapi setelah kita mendengarkan apa yang dikatakan pa John tentang pernyataan kasus – kasus, pelayanan kesehatan, bayi meninggal akibat kurang gizi dan sebagainya,” kata dia dalam pertemuan itu.
Bahkan menurut dia, SBY pernah berjanji untuk melakukan dialog dengan rakyat Papua. “Inikan tinggal 1 tahun lebih lagi masa pemerintahan dari SBY. Jadi, ada momentum SBY segera turun untuk melihat hal yang sebenarnya dan mengupayakan ada persiapan - persiapan menuju dialog.
Bahkan dia juga mendesak Lukas Enembe sebagai kader dari Partai Demokrat yang dekat dengan SBY agar dalam waktu 100 hari masa kerjanya bisa memfasilitasi dialog Jakarta - Papua. “Jadi sebagai gubernur dari partai berkuasa bisa mengupayakan dan menyampaikan kepada SBY agar segera mengupayakan perdamaain di Papua dengan cara dialog. Dialog yang kita maksudkan disini adalah dialog yang konstruktif dengan maksud untuk menjadikan Papua menjadi tanah damai baik pihak yang bersebrangan, pihak yang mendukung, itu harus dilibatkan,” harapnya.
Bahkan Direktur Utama Aliansi Demokrasi Papua (ALDP) Anum Siregar, pihaknya berharap segala persoalan yang terjadi di papua, dijadikan dialog untuk menyelesaikan masalah tanpa kekerasan. “Kita berharap misalnya ada kekerasan, gubernur tidak dengan mudah misalnya menggundang pihak pihak - pihak yang menggunakan kekuatan – kekuatan bersenjata untuk menyelesaikan masalah tapi mengajak banyak pihak untuk melakukan pendekatan penyelesaian masalah tanpa kekerasan,” ujar dia. [BintangPapua]