46 Hamba Tuhan di Kota Sorong Lakukan Perjalanan Tour Wisata Rohani
pada tanggal
Monday, 29 April 2013
KOTA SORONG – Sebanyak 46 orang hamba Tuhan telah melakukan perjalanan tour wisata rohani, teridiri dari 26 orang ke Israel dan 20 orang ke Eropa, dengan keseluruhan biaya ditanggung oleh Pemerintah Kabupaten Sorong, kata Pdt. Yakob Imbir, S.Th, Sabtu (27/04/2013).
Perjalanan tour wisata rohani akan diikuti oleh para pendeta dari Klasis GKI Sorong dan Klasis GKI Raja Ampat Tengah, yang bertugas di Kabupaten Sorong, terdiri dari para hamba Tuhan, baik para pendeta, guru jemaat, dan penatua sebanyak 46 orang.
Di mana dari penatua sendiri diseleksi dan dinilai yang selama ini melakukan tugas pelayanan terhadap jemaat dengan baik dan memberi contoh dan tauladan yang baik dalam lingkungan jemaat.
Tujuannya, dalam rangka menelusuri jejak-jejak Pekabaran Injil ke Tanah Papua sebagai sumber rohani pertumbuhan dan perkembangan di sini (Papua), dan ke Israel untuk mengikuti sejarah dari Pekabaran Injil seluruh dunia. Di sana mereka akan melihat secara dekat letak geografis maupun historis kehadiran Tuhan Yesus yang diimani oleh umat-umat Kristiani.
“Kehadiran kami di tanah suci, Israel, Yerusallem, hingga ke beberapa wilayah di sekitarnya yang mana pada saat itu masih merupakan bagian dari Negara Romawi yang jadi historis atau sejarah pelayanan Yesus di bumi, untuk melihat dari dekat dan menimbulkan suatu pembaharuan iman,” katanya.
Tentunya, dengan harapan yang lebih kuat dan teguh dalam rangka pelayanan di tanah Papua dewasa ini.
Umumnya perjalanan rohani yang dibiayai oleh Pemkab Sorong melalui kepemimpinan Bupati Dr. Stepanus Malak, M.Si dan digagas pula oleh Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Jhony Kamuru, SH, M.Si, kata Pendeta Imbir, sejak awal sempat bertanya mengapa harus ke Eropa dan ada apa di sana.
“Tapi dengan melakukan perjalanan ke sana, dan saya melihat ide tersebut bagus adanya, sehingga Pemkab Sorong berniat untuk memfasilitasinya,” kata Pendeta Imbir.
Setelah melihat langsung keadaan di Jerman, ternyata memiliki kesamaan khusus dengan Mansinam, Manokwari, di tanah Papua.
“Jadi hal ini kita tidak bisa lupakan begitu saja, karena Papua hari ini dengan adanya peristiwa 5 Februri 1855 di Pulau Mansinam, Manokwari, yang biasa kita sebutkan lahir dan dikandung tuan Gaussner, adalah salah seorang pendeta yang pada masanya sangat memberi perhatian serius terhadap Pekabaran Injil di seluruh Papua,” katanya.
Gaussner dengan nama lengkapnya Johannes Gaussner Geisler, lahir di Hrsmen, Obern, Jerman, pada 14 Desember 1773 dan meninggal di Kota Berlin pada tanggal 30 Maret 1878.
Mengapa Gausner jadi perhatian kita, karena dia orang yang satu-satunya di Jerman dan di seluruh dunia, pada masa hidupnya begitu menggumuli firman Tuhan, dan menjelang akhir hidupnya ke Indonesia (di tanah Papua) di mana 20 tahun di akhir masa hidupnya berhasil mengutus 141 orang pendeta untuk melakukan Pekabaran Injil di 5 benua.
Termasuk waktu itu mereka mempersiapkan secara khusus Ottow dan Gaussner di utus ke tanah Papua.
Memang pada saat itu Gaussner berpikir pada waktu itu Papua terkenal dengan Pulau Mansinam, karena tulisan para Anthropolog yang pernah mengunjungi tanah Papua dengan julukan “Tahta Iblis.”
Dengan julukan tersebut, kita harus mengirim Pekabaran Injil untuk menerangi Mansinam dan tanah Papua, mengapa mereka bisa mendarat di sini (tanah Papua) pada 5 Februari 1855 jam 7.00 pagi kala itu ketika fajar di ujung timur, dengan menumpang kapal Sekunar Ternate yang mengangkut dua hamba Tuhan ini merapat di Pulau Mansinam.
Ketika tiba di pantai Mansinam mereka tiba dan berlutut seraya langsung berdoa, dengan “doa sulung” yang terkenal artinya, dengan nama Tuhan kami berdoa kami menginjak tanah ini, ujar Pendeta Imbir.
Sejak saat itu, kedua hamba Tuhan membaptis tanah Papua dan semua orang yang ada di tanah ini dengan nama Bapa, Anak dan Roh Kudus. Maka sejak itulah sejarah Pekabaran Injil mulai terus dilakukan di Mansinam. Maka Papua dan Indonesia hari ini dalam sejarah di tanah Papua semuanya bisa terjadi karena Ottow dan Gaussner.
Pembawa Firman Allah yang oleh orang Papua pada saat itu benar-benar berada dalam kegelapan , dan secara pelan-pelan mulai melemah dan dibuka karena terang Injil.
Mereka berdua masuk dan beberapa orang lainnya masuk dan menyusul serta langsung melakukan pendidikan-pendidikan rumah yang mulai awalnya mendidik orang-orang Papua dalam pengetahuan menulis dan membaca, dan pada gilirannya orang Papua sudah bisa membaca sendiri Al-Kitab, jelas Pendeta Imbir.
Setelah keduanya masuk, bahkan mereka mulai mengutus orang-orang Papua untuk belajar ke Batavia kala itu (sekarang Jakarta) dan tiga orang berhasil untuk melakukan Pekabaran Injil. Itulah yang melatarbelakangi, mengapa orang Papua begitu dekat hubungan dengan orang Jerman.
Mengakhiri keterangan persnya, kami pendeta dari GKI sangat berterima kasih kepada Pemkab Sorong yang telah memfasilitasi perjalanan ini, walaupun sepintas kita melihat apa artinya jalan-jalan, tapi dibalik itu tentu begitu penting, karena perjalanan ini membawa perjuangan dari Ottow dan Gaussner yang membawa misi tugas Pekabaran Injil di seluruh dunia, termasuk membawa Pekabaran injil di Mansinam, tanah Papua. [InfoPublik| SacredDestinations]
Perjalanan tour wisata rohani akan diikuti oleh para pendeta dari Klasis GKI Sorong dan Klasis GKI Raja Ampat Tengah, yang bertugas di Kabupaten Sorong, terdiri dari para hamba Tuhan, baik para pendeta, guru jemaat, dan penatua sebanyak 46 orang.
Di mana dari penatua sendiri diseleksi dan dinilai yang selama ini melakukan tugas pelayanan terhadap jemaat dengan baik dan memberi contoh dan tauladan yang baik dalam lingkungan jemaat.
Tujuannya, dalam rangka menelusuri jejak-jejak Pekabaran Injil ke Tanah Papua sebagai sumber rohani pertumbuhan dan perkembangan di sini (Papua), dan ke Israel untuk mengikuti sejarah dari Pekabaran Injil seluruh dunia. Di sana mereka akan melihat secara dekat letak geografis maupun historis kehadiran Tuhan Yesus yang diimani oleh umat-umat Kristiani.
“Kehadiran kami di tanah suci, Israel, Yerusallem, hingga ke beberapa wilayah di sekitarnya yang mana pada saat itu masih merupakan bagian dari Negara Romawi yang jadi historis atau sejarah pelayanan Yesus di bumi, untuk melihat dari dekat dan menimbulkan suatu pembaharuan iman,” katanya.
Tentunya, dengan harapan yang lebih kuat dan teguh dalam rangka pelayanan di tanah Papua dewasa ini.
Umumnya perjalanan rohani yang dibiayai oleh Pemkab Sorong melalui kepemimpinan Bupati Dr. Stepanus Malak, M.Si dan digagas pula oleh Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Jhony Kamuru, SH, M.Si, kata Pendeta Imbir, sejak awal sempat bertanya mengapa harus ke Eropa dan ada apa di sana.
“Tapi dengan melakukan perjalanan ke sana, dan saya melihat ide tersebut bagus adanya, sehingga Pemkab Sorong berniat untuk memfasilitasinya,” kata Pendeta Imbir.
Setelah melihat langsung keadaan di Jerman, ternyata memiliki kesamaan khusus dengan Mansinam, Manokwari, di tanah Papua.
“Jadi hal ini kita tidak bisa lupakan begitu saja, karena Papua hari ini dengan adanya peristiwa 5 Februri 1855 di Pulau Mansinam, Manokwari, yang biasa kita sebutkan lahir dan dikandung tuan Gaussner, adalah salah seorang pendeta yang pada masanya sangat memberi perhatian serius terhadap Pekabaran Injil di seluruh Papua,” katanya.
Gaussner dengan nama lengkapnya Johannes Gaussner Geisler, lahir di Hrsmen, Obern, Jerman, pada 14 Desember 1773 dan meninggal di Kota Berlin pada tanggal 30 Maret 1878.
Mengapa Gausner jadi perhatian kita, karena dia orang yang satu-satunya di Jerman dan di seluruh dunia, pada masa hidupnya begitu menggumuli firman Tuhan, dan menjelang akhir hidupnya ke Indonesia (di tanah Papua) di mana 20 tahun di akhir masa hidupnya berhasil mengutus 141 orang pendeta untuk melakukan Pekabaran Injil di 5 benua.
Termasuk waktu itu mereka mempersiapkan secara khusus Ottow dan Gaussner di utus ke tanah Papua.
Memang pada saat itu Gaussner berpikir pada waktu itu Papua terkenal dengan Pulau Mansinam, karena tulisan para Anthropolog yang pernah mengunjungi tanah Papua dengan julukan “Tahta Iblis.”
Dengan julukan tersebut, kita harus mengirim Pekabaran Injil untuk menerangi Mansinam dan tanah Papua, mengapa mereka bisa mendarat di sini (tanah Papua) pada 5 Februari 1855 jam 7.00 pagi kala itu ketika fajar di ujung timur, dengan menumpang kapal Sekunar Ternate yang mengangkut dua hamba Tuhan ini merapat di Pulau Mansinam.
Ketika tiba di pantai Mansinam mereka tiba dan berlutut seraya langsung berdoa, dengan “doa sulung” yang terkenal artinya, dengan nama Tuhan kami berdoa kami menginjak tanah ini, ujar Pendeta Imbir.
Sejak saat itu, kedua hamba Tuhan membaptis tanah Papua dan semua orang yang ada di tanah ini dengan nama Bapa, Anak dan Roh Kudus. Maka sejak itulah sejarah Pekabaran Injil mulai terus dilakukan di Mansinam. Maka Papua dan Indonesia hari ini dalam sejarah di tanah Papua semuanya bisa terjadi karena Ottow dan Gaussner.
Pembawa Firman Allah yang oleh orang Papua pada saat itu benar-benar berada dalam kegelapan , dan secara pelan-pelan mulai melemah dan dibuka karena terang Injil.
Mereka berdua masuk dan beberapa orang lainnya masuk dan menyusul serta langsung melakukan pendidikan-pendidikan rumah yang mulai awalnya mendidik orang-orang Papua dalam pengetahuan menulis dan membaca, dan pada gilirannya orang Papua sudah bisa membaca sendiri Al-Kitab, jelas Pendeta Imbir.
Setelah keduanya masuk, bahkan mereka mulai mengutus orang-orang Papua untuk belajar ke Batavia kala itu (sekarang Jakarta) dan tiga orang berhasil untuk melakukan Pekabaran Injil. Itulah yang melatarbelakangi, mengapa orang Papua begitu dekat hubungan dengan orang Jerman.
Mengakhiri keterangan persnya, kami pendeta dari GKI sangat berterima kasih kepada Pemkab Sorong yang telah memfasilitasi perjalanan ini, walaupun sepintas kita melihat apa artinya jalan-jalan, tapi dibalik itu tentu begitu penting, karena perjalanan ini membawa perjuangan dari Ottow dan Gaussner yang membawa misi tugas Pekabaran Injil di seluruh dunia, termasuk membawa Pekabaran injil di Mansinam, tanah Papua. [InfoPublik| SacredDestinations]