Dewan Adat Papua Deklarasikan Asosiasi Pertambangan Rakyat Tanah Papua (ASPRATAPA)
pada tanggal
Saturday 30 March 2013
Pendeklarasian ini diikuti sebanyak 10 Tim Deklarator diantaranya, Ketua Dewan Adat Paniai, John NR Gobai, Ketua Dewan Adat Keerom, Hubert Kwambre, Dewan Adat Mamta, Jack Kasimat, Ketua Dewan Adat Balim, Lemok Mabel, Ketua Dewan Adat Byak, Yan Piter Yarangga, Ketua Dewan Adat Intan Jaya, Piter Tabuni, Ketua Dewan Adat Deiyai, Frans Mote, Dewan Adat Yapen, Elisa Merani, Dewan Adat Dooberay, Barnabas Mandacan, dan Dewan Adat Bomberay, Engel Hombahomba.
Kepada wartawan, Ketua Dewan Adat Byak, Yan Piter Yarangga mengungkapkan, deklrasi ASPRATAPA ini merupakan suatu pergumulan panjang perjuangan masyarakat adat Papua, dimana dalam forum-forum masa lalu telah mengeluarkan keputusan Manyvesto untuk perlindungan hak-hak dasar otang asli Papua namun belum ada hasilnya, padahal masyarakat Papua ingin menikmati hasil tanahnya sendiri.
Untuk itu, dengan dengan hadirnya asosiasi ini maka, dapat mendorong unttuk memperkarsai perjuangan dalam rangka keberpihakan kepada masyarakat adat Papua yang terus menerus berjuang untuk mengembangkan investor hak-hak dasar orang Papua.
Menurut dia, banyak Sumber Daya Alam [SDA] di tanah adat Papua baik itu yang kelas kecil maupun kelas besar seperti, Galian C [Pasir, Batu] dan Galian B [Pertambangan Emas, Batu bara] dapat dipertahankan dan bisa dinikmati oleh masyarakat adat Papua itu sendiri.
Lanjut dia, dibentuknya Asosiai ini juga merupakan inisiatif dari Dewan Adat yang ada di tanah Papua sehingga segala permasalahan SDA di tanah Papua dapat dipertahankan dan dilanjutkan kepada Pemerintah Daerah.
“Kami berharap adanya asosiai ini, Pemerintah bisa memperhatikan hak dasar masyarakat adat Papua,” ujarnya didamping rekan-rekan Deklratornya.
Lebihlanjut dijelaskan, Yan Piter Yarangga, masyarakat adat adalah pewaris sekaligus pemilik dari sumber daya alam yang ada di wilayahnya sejak mereka dilahirkan dan menjadi anggota dari komunitas adatnya. Masyarakat adat memproteksi sumberdaya alamnya dengan berbagai aturan adat agar sumber daya alam tersebut tidak cepat habis.
Bahkan, menurut dia, hukum adat yang ada di masyarakat adat cenderung memprotek sumberdaya alam mereka, dan mereka memilih hidup selaras dengan alam yang tidak perlu mengeksploitasi alamnya secara berlebihan. “Masyarakat adat sebagian besar menyadari bahwa kelimpahan sumberdaya alam adalah sebuah berkah. Namun sebagian lagi menganggap sebuah kutukan, yaitu apabila sumber daya alam dikelola dengan sembarangan,” jelasnya.
Untuk itu, dalam mengelola sumber daya alam yang ada di wilayah adat adalah hak azazi yang di bawa sejak lahir oleh Masyarakat Adat sehingga klaim bahwa masyarakat adat adalah pemilik dari berbagai sumber daya alam yang ada di wilayahnya, merupakan keyakinan yang kebenarannya tidak dapat di ukur oleh sertifikat tanah atau sejenisnya yang dikeluarkan belakangan setelah sistem hukum negara berlaku.
“Sebab itu, hak itu merupakan hak bawaan yang dijamin oleh UUD 1945 sejak mereka dilahirkan dan menjadi anggota dari komunitas adatnya. Kemudian dalam perkembangannya negara menegasikan hak bawaan itu, sehingga terjadi berbagai konflik antara pemegang hak bawaan dengan pemegang hak pengelolaan yang diberikan oleh negara terjadi hampir di semua tempat,” ujarnya. [PapuaPos]