Yosim Pancar ,Tarian Persahabatan Kontemporer Masyarakat Papua
pada tanggal
Monday, 7 November 2011
JAYAPURA — Dua pancar gas, dua pancar keliling kota, kota Jakarta. Dua pancar gas, dua pancar gas kelililing kota, kota Jakarta. Begitulah syair lagu yang sering didendangkan dalam Yosim Pancar di Kampung-kampung di Papua khususnya di Biak Numfor.
Banyak yang tidak mengetahui sejak kapan tarian muda-mudi atau persahabatan dimulai di Papua tetapi tradisi dan budaya suatu masyarakat berkembang sesuai dengan perubahan jaman. Sebenarnya dalam upacara adat tak lepas pula dari tabuhan tifa dan lengkingan suara penari. Misalnya upacara inisiasi bagi para pemuda akil baliq dalam Budaya Biak Numfor. Wor K’bor, upacara inisiasi bagi para pemuda yang telah lulus dari rumah bujang atau Rumsram yang dilakukan selama berminggu-minggu dengan tarian, menyanyi dan tentunya minum saguer (swansrai).
Wor K’bor ini khusus para pemuda Suku Biak pada jaman dulu sebelum masuknya Injil, guna menjalani ritus peralihan di mana bagian ujung alat kelamin para pria muda dipotong atau ditiriskan dengan buluh atau bambu yang halus sebagai simbol menuju ke dunia orang dewasa. (Untuk lebih lengkap soal Wor K’bor bisa dalam Dr JR Mansoben, kumpulan tulisan Prof Dr Koentjaraninggrat, Ritus Peralihan di Indonesia).
Namun demikian menuurut antropolog Dr Enos Rumansara dalam penelitiannya berjudul Tari yosim pancar dan pergeseran nilai religius tari tradisional orang Biak menyebutkan tarian-tarian khas atau yang sakral dari masyarakat Biak Numfor mengalami pergeseran-pergeseran nilai dari tarian religius menjadi tarian-tarian bersifat kontemporer sesuai perkembangan jaman. Kalau masyarakat di Sarmi lebih mengenal tarian lemon nipis, masyarakat di Wamena juga punya sekise. Bagi masyarakat Suku Dani, Mee, Nduga mengenal tarian Tup dan Tem.
Yosim pancar mulanya berasal dari tarian pergaulan masyarakat Yapen Waropen dan Biak. Awalnya tarian ini hanya terdiri dari Yosim dan Pancar. Dalam perkembangannya dua tarian ini digabung menjadi satu, Yosim Pancar.
Sebenarnya jika disimak, tarian-tarian ini bukan tarian khas Papua tetapi paduan antara gerakan khas Papua yang berkembang sesuai peradaban jaman. Atau oleh para pengamat budaya disebut tarian kontemporer. Alat musiknya pun bermacam-macam ada yang asli Papua dan juga dari luar Papua. Hampir kebanyakan anak-anak muda dari Biak Numfor suka membuat gitar, juk dan stand bass dari kayu susu.
Perangkat musik yang digunakan dalam tarian yosim pancar sangat sederhana, terdiri dari uku lele(juk) dan gitar yang merupakan alat musik dari luar Papua. Juga ada alat musik stand bass yang berfungsi sebagai bas dengan tiga tali. Talinya biasa dibuat dari lintingan serat sejenis daun pandan yang banyak ditemui di hutan-hutan daerah pesisir Papua. Alat bass ini ada berbentuk bulat seperti gitar tapi ada pula yang berbentuk kotak. Tak heran kalau ada sentilan yang menyebut para pemegang bas berbentuk kotak alias “bass tahan perasaan (bas tape).” Pemain bass dalam Yosim Pancar menjadi salah satu daya tarik tersendiri karena pemain bass bisa memetik memakai jari atau juga mengetok-mengetok pakai tangan atau sendal jepit.
Selain tifa sebagai alat perkusi ada juga labu kering yang diisi dengan manik-manik atau batu kerikil yang disebut kalabasa. Alat ini cukup dimainkan dengan cara menggoyang-goyangkan agar bunyi perkusi yang padu dengan bass.
Kalau Yosim, tarian pancar yang berasal dari Biak biasanya hanya diiringi tifa saja, tifa ini merupakan alat musik gendang khas Papua tradisional di daerah pesisir tanah Papua. Gerakan yosim lebih banyak disesuaikan dengan hentakan tifa dan bass. Pemukul tifa biasa menggerakan badang sambil mengangkat tifa ke udara sambil memegangnya.
Kata Yosim Pancar sendiri mulai muncul saat pesawat bermesin jet mendarat di Biak sekitar 1960 an konflik antara Belanda dan Indonesia. Saat itu banyak pesawat tempur Indonesia MIG buatan Rusia melakukan akrobatik di Bandara Mokmer (sekarang Frans Kaisiepo). Bahkan warga sempat mengarang lagu yosim berjudul dua pancar gas. “ Dua pancar gas, dua pancar gas keliling Kota kota Jakarta.” Gerakan tarian meniru pesawat jet tempur atau pancar gas. Sejak itu sebutan Yosim Pancar mulai menjadi terkenal dalam tarian pergaulan anak-anak muda di Tanah Papua khususnya di Teluk Cenderawasih. (jubi)
Banyak yang tidak mengetahui sejak kapan tarian muda-mudi atau persahabatan dimulai di Papua tetapi tradisi dan budaya suatu masyarakat berkembang sesuai dengan perubahan jaman. Sebenarnya dalam upacara adat tak lepas pula dari tabuhan tifa dan lengkingan suara penari. Misalnya upacara inisiasi bagi para pemuda akil baliq dalam Budaya Biak Numfor. Wor K’bor, upacara inisiasi bagi para pemuda yang telah lulus dari rumah bujang atau Rumsram yang dilakukan selama berminggu-minggu dengan tarian, menyanyi dan tentunya minum saguer (swansrai).
Wor K’bor ini khusus para pemuda Suku Biak pada jaman dulu sebelum masuknya Injil, guna menjalani ritus peralihan di mana bagian ujung alat kelamin para pria muda dipotong atau ditiriskan dengan buluh atau bambu yang halus sebagai simbol menuju ke dunia orang dewasa. (Untuk lebih lengkap soal Wor K’bor bisa dalam Dr JR Mansoben, kumpulan tulisan Prof Dr Koentjaraninggrat, Ritus Peralihan di Indonesia).
Namun demikian menuurut antropolog Dr Enos Rumansara dalam penelitiannya berjudul Tari yosim pancar dan pergeseran nilai religius tari tradisional orang Biak menyebutkan tarian-tarian khas atau yang sakral dari masyarakat Biak Numfor mengalami pergeseran-pergeseran nilai dari tarian religius menjadi tarian-tarian bersifat kontemporer sesuai perkembangan jaman. Kalau masyarakat di Sarmi lebih mengenal tarian lemon nipis, masyarakat di Wamena juga punya sekise. Bagi masyarakat Suku Dani, Mee, Nduga mengenal tarian Tup dan Tem.
Yosim pancar mulanya berasal dari tarian pergaulan masyarakat Yapen Waropen dan Biak. Awalnya tarian ini hanya terdiri dari Yosim dan Pancar. Dalam perkembangannya dua tarian ini digabung menjadi satu, Yosim Pancar.
Sebenarnya jika disimak, tarian-tarian ini bukan tarian khas Papua tetapi paduan antara gerakan khas Papua yang berkembang sesuai peradaban jaman. Atau oleh para pengamat budaya disebut tarian kontemporer. Alat musiknya pun bermacam-macam ada yang asli Papua dan juga dari luar Papua. Hampir kebanyakan anak-anak muda dari Biak Numfor suka membuat gitar, juk dan stand bass dari kayu susu.
Perangkat musik yang digunakan dalam tarian yosim pancar sangat sederhana, terdiri dari uku lele(juk) dan gitar yang merupakan alat musik dari luar Papua. Juga ada alat musik stand bass yang berfungsi sebagai bas dengan tiga tali. Talinya biasa dibuat dari lintingan serat sejenis daun pandan yang banyak ditemui di hutan-hutan daerah pesisir Papua. Alat bass ini ada berbentuk bulat seperti gitar tapi ada pula yang berbentuk kotak. Tak heran kalau ada sentilan yang menyebut para pemegang bas berbentuk kotak alias “bass tahan perasaan (bas tape).” Pemain bass dalam Yosim Pancar menjadi salah satu daya tarik tersendiri karena pemain bass bisa memetik memakai jari atau juga mengetok-mengetok pakai tangan atau sendal jepit.
Selain tifa sebagai alat perkusi ada juga labu kering yang diisi dengan manik-manik atau batu kerikil yang disebut kalabasa. Alat ini cukup dimainkan dengan cara menggoyang-goyangkan agar bunyi perkusi yang padu dengan bass.
Kalau Yosim, tarian pancar yang berasal dari Biak biasanya hanya diiringi tifa saja, tifa ini merupakan alat musik gendang khas Papua tradisional di daerah pesisir tanah Papua. Gerakan yosim lebih banyak disesuaikan dengan hentakan tifa dan bass. Pemukul tifa biasa menggerakan badang sambil mengangkat tifa ke udara sambil memegangnya.
Kata Yosim Pancar sendiri mulai muncul saat pesawat bermesin jet mendarat di Biak sekitar 1960 an konflik antara Belanda dan Indonesia. Saat itu banyak pesawat tempur Indonesia MIG buatan Rusia melakukan akrobatik di Bandara Mokmer (sekarang Frans Kaisiepo). Bahkan warga sempat mengarang lagu yosim berjudul dua pancar gas. “ Dua pancar gas, dua pancar gas keliling Kota kota Jakarta.” Gerakan tarian meniru pesawat jet tempur atau pancar gas. Sejak itu sebutan Yosim Pancar mulai menjadi terkenal dalam tarian pergaulan anak-anak muda di Tanah Papua khususnya di Teluk Cenderawasih. (jubi)