DPR RI Setujui Permintaan MRP Untuk Tunda DOB di Papua Sampai Putusan MK
pada tanggal
Wednesday, 27 April 2022
JAKARTA PUSAT, LELEMUKU.COM – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Sufmi Dasco Ahmad menerima delegasi pimpinan Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua Timotius Murib di Gedung Nusantara III DPR RI, Selasa, (26/4/2022).
Baca Juga
“Tentu wajar jika kemudian MRP berusaha menyalurkan aspirasi orang asli Papua. Ini bagus, dan perlu dicarikan jalan keluar yang terbaik agar tidak menimbulkan eskalasi konflik yang tinggi,“ kata Dasco.
“Saya sudah mendengarkan. Dua poin yang saya catat. Pertama, tentang evaluasi UU Otsus Papua yang diminta oleh MRP supaya transparan dan terbuka bagi MRP untuk melaksanakan tugas sesuai UU. Kedua, terkait dengan aspirai menunda DOB,“ lanjutnya.
Aspirasi yang disampaikan tersebut, menurut Dasco, sangat masuk akal. “Sebagai penduduk asli Papua yang merasakan dampak dan manfaat UU Otsus, tentu apabila diberikan kesempatan untuk memberikan masukan, tentu sangat wajar. Apalagi MRP telah meminta masukan dari penduduk di 28 kabupaten,“ kata Dasco yang juga merupakan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra.
Dasco menjelaskan, DPR RI telah mengirimkan kepada Presiden dan DPR menunggu adanya surat presiden. “Tanpa ada surpres maka RUU ini tidak akan bisa dibahas. Saya akan sampaikan kepada DPR untuk menunda terlebih dahulu pembahasan keitga RUU DOB sampai ada putusan MK,“ pungkasnya.
Sebelumnya Timotius menjelaskan, MRP meminta DPR RI menangguhkan rencana pembentukan DOB. Pertama, pemerintah sedang memberlakukan moratorium kebijakan pemekaran wilayah dan pembentukan DOB. Kedua, karena rencana kebijakan DOB tidak didukung oleh kajian ilmiah. Ketiga, pengalaman dalam pembentukan DOB selama ini tidak memiliki PAD yang tinggi, bahkan rendah sehingga membebani APBN. Keempat, DOB tidak dilakukan dengan aspirasi dari bawah.
“Perubahan UU yang menambahkan ayat 1 dan ayat 2 membuat otonomi khusus tidak lagi menjadi pendekatan dari bawah ke atas, melainkan pendekatan dari atas ke bawah yang sentralistik,“ tutup Timotius.
Dalam kesempatan yang sama, Usman menambahkan bahwa kebijakan yang sepihak dalam hal perubahan UU Otsus maupun pemekaran provinsi jelas merugikan hak-hak orang asli Papua. “Orang asli Papua berhak untuk memperoleh informasi tentang rencana-rencana kebijakan yang berdampak pada mereka. Mereka juga berhak untuk diajak konsultasi, termasuk memberikan pendapat. Dan mereka juga berhak untuk dimintai persetujuan terkait perubahan UU, pemekaran provinsi, atau rencana penambangan emas seperti di Intan Jaya, jelas Usman.
“Jika pemerintah dan DPR RI mau menangguhkan rencana pembentukan DOB, maka hal itu bisa mendorong peningkatan eskalasi konflik, kekerasan, dan pelanggaran HAM di Papua. Sudah ada 12 kasus pembunuhan di luar hukum yang terjadi di Intan Jaya. Dan sudah ada tua orang asli Papua tewas ketika menyampaikan pendapat menolak DOB,“ tutupnya. (HumasMRP)